Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Maafkan Amah, Sayang...

"Fathin!" "Aira!" "Keisha!" Entah berapa kali teriakan itu aku lakukan dalam tiga hari liburanku di rumah mama. Aku sengaja pulang disela jeda kuliahku untuk berlibur bersama mereka. Mumpung liburan sekolah, jarang-jarang bisa menemani calon pemimpin muda Indonesia itu bermain. Namun, sepertinya, aku tidak menemani mereka bermain. Rasanya, aku malah merusak mood mereka untuk menikmati liburan. Dengan teriakanku, dengan ketidaksabaranku. Benar-benar... Mendidik anak itu suatu hal yang sangaaaaaaaaaaaaaaaaaatttttttttttttttt butuh kesabaran. Salah-salah, malah bisa jadi membuat mereka belajar kekerasan dan teriakan sejak mereka kecil. Buktinya, ketika salah satu princess shalihah-ku, Aira, meminta minum susu, dan aku melarangnya karena ia belum makan nasi dengan nada 'marah', ia malah menendang bantal dan kasur yang ada didepannya, ikut marah dan membentak. Salah siapa sehingga ia tahu cara marah dan membentak? Aku. Aku yang mengajarinya c

That Guilty...

Have ever felling like a dumb coz being fallen to the same mistake??? I have. And it really felt bad. It worse than when I have a C for Soil Geography. It seems like... ~_~" I wish i would never fall at the same mistake again. I'm tired, I'm... I just want to grow up. How can I just be the situation again without any evaluation??? I know, Allah must have been helped me. it comes to me now. Do I want to take it, or just let it passing bye... Maybe Sist Fifi is right, I shouldn't be alone no more. But, I can't rely on human only right? I just have to rely to Allah. But, having someone who remind you of it, not a bad thing too... Anyway. Enough for the un-clear chat up there. I just want to share something. Just like before, it came from a movie,, titled "A Confession of a Shopaholic"... Di film itu diceritakan bagaimana dia tak bisa menahan diri untuk berbelanja setiap kali ada kata "Sale" terpampang di toko bermerek.

Nikah? Run, you fool!!!

Gambar
Audrey  (sebut saja demikian) begitu terharu dengan apa yang dilakukan kekasihnya, Andy (anggap saja itu namanya). Ketika Audrey dan kawan-kawannya sedang makan bersama di sebuah restoran, seorang pria membawa setumpuk karton bergambar dan bertulisan di luar restoran. Dinding restoran yang terbuat dari kaca memudahkan mereka untuk melihat apa yang dilakukan pria itu. Sebuah lagu mengalun,- entah dari mana,- a thousand years -nya Christina Perry. Pria itu lalu membuka satu persatu tumpukan karton yang ia bawa, tepat mengarah pada Audrey dan kawan-kawan. Satu per-satu tulisan dan gambar yang ada disana mengungkapkan apa yang pria itu ungkapkan. Satu per-satu ungkapan itu membuat para penonton histeris, kaget, terharu, dan... entah harus diungkapkan dengan kata apa. Apa yang dilakukan pria itu, sungguh romantis. Lebih tersentuh dari pada ketika kamu terjatuh lalu seseorang yang kamu kagumi mengulurkan tangannya untuk membantumu bangkit. Pria itu bercerita, bahwa.. Sebeum Audre

Me and My Akeelah..

Sudah beberapa kali aku menonton film ini. Tapi tak sekalipun jemu. Judulnya; Akeelah and The Bee. Kalau belum nonton, search deh di internet ^^ Salah satu hikmah dari film ini, yang aku suka adalah ketika ibu dari Akeelah tidak mengijinkan Akeelah ikut lomba eja-kata (speeling bee). Alasannya? Ibu-nya Akeelah tidak ingin anaknya gagal dan merasakan sakitnya kegagalan apalagi ditertawakan. Salahkah? Hm.. tidak juga. Demikianlah setiap ibu. Tak ingin anaknya terluka. Meski sebenarnya, dari setiap luka, seseorang bisa belajar banyak hal. Termasuk belajar untuk lebih kuat. Akhirnya, ibu-nya Akeelah mengijinkan juga anandanya ikut lomba tersebut. Bahkan Akeelah memenangi lomba hingga tingkat nasional sebagai juara 1. Oh ya, ketika ibu-nya Akeelah ragu akan keputusannya (mengijinkan atau tidak), beliau melihat kesungguhan Akeelah dan keyakinan sang tutor Akeelah (DR. Larabee). Dari kisah itu, Aku jadi berpikir untuk merekam perjalanan putra-putriku (kelak) ketika mereka be

H-I-K-I-N-G

Sebuah notifikasi di sebuah media sosial membuatku senang dan tersenyum sejak pertama kali aku melihatnya. Sangat menyenangkan. Adik kelas di fakultas dulu mengajak ku ikut serta dalam proyeknya mendaki gunung. Hiking! Hore... ^^/ Finnaly,,, aku bisa punya teman untuk hiking. Well,, as you know, hiking bagiku bukan sekedar mendaki gunung. Banyak hikmah di dalamnya seperti yang aku ketik pada post terdahulu. Hiking itu tentang team work, bersyukur, dan sukses bersama. Dan satu lagi, Hiking juga adalah ajang aku untuk menguji keberanianku, dan ke'tangguhan'ku. Maksudku, aku sangat gampang sakit demam dan flu. Coba saja berjalan menantang gerimis, catat, gerimis sekalipun tanpa memakai payung, walhasil dua atau tiga hari kemudian tanpa istirahat dan asupan gizi yang baik, aku bisa koleps.. So,, hiking ini bisa 'mengajari'ku banyak hal. Lets hike^^/

Ketika sahabatku...

Kabar itu,, datang tiba-tiba. Ketika dia datang dan berkunjung. Menjengukku. Sudah lama kami tidak bertemu. Meski begitu, kami tak pernah putus kontak. Telepon atau sms, kami terbiasa menjalaninya meski hanya beberapa hari sekali. Seketika, aku teringat dengan awal pertemuan kami. Aku tak mengenalnya dengan dekat. Ia adalah sahabat dari sahabatku. Dan sungguh, saat ini, aku tak tahu apa yang membuatnya (tiba-tiba) menjadi seseorang yang selalu ingin ada disisi. Tak ingin siapapun merebutnya. Egois ya... Dan kabar itu, sejenak aku hadapi dengan sangat diplomatis. Seperti biasa, Aku yang memang mantan anggota dewan di kampusku, menanggapi kabar itu dengan kalimat-kalimat yang menunjukkan kestabilan emosiku. Selang beberapa menit. Tiba-tiba aku menjadi serupa dengan anak kecil yang dipamiti ayahnya yang hendak pergi ke tempatnya bekerja. Mengeluh, merajuk, meminta agar tak ditinggalkan. Seketika aku lontarkan kemarahanku dan kalimat-kalimat rajukanmu bahwa aku membe

Garam: Secukupnya

Alkisah, di suatu kota hujan yang kini lebih sering terik, hiduplah seorang pria yang istimewa. Ia adalah seorang penyampai ilmu yang cerdas. Ia juga seorang suami yang baik. Dan anggota masyarakat yang kontributif. Ia melibatkan diri dengan kegiatan masyarakat sebaik dan seaktif ia mampu. Termasuk, ketika kegiatan perayaan kemerdekaan negerinya tiba. Berbagai lomba diadakan. Tidak hanya untuk saling bersaing, juga untuk menghibur. Untuk itu, dibuatlah sebuah perlombaan memasak. Bukan lomba memasak biasa, tentu. Karena kali ini, yang dibolehkan untuk ikut bertanding adalah para suami. Setiap peserta hanya diperbolehkan datang membawa diri masing-masing. Tanpa catatan, tanpa bumbu rahasia. Hanya dirinya. Bahan masakan dan peralatan sudah tersedia. Bagian pendukung datang berbeda rute. Menu yang harus dimasak adalah; Nasi goreng. Ia, yang adalah seorang suami yang baik, sudah sering memasakkan nasi goreng untuk istri dan keluarganya. Dengan itu, ia bergum

Yang tak berawal, tak berujung...

Pagi yang cerah. Seperti biasa, ia larut dengan rutinitas ibu rumah tangga; menyiapkan keperluan putri dan suaminya yang akan beraktivitas. Setelah keduanya berangkat, ia mulai membersihkan rumah; mem-vacum karpet yang melapisi lantai, mengelap beberapa perabotan rumah dan hal-hal seperti itu :) Lalu ia mengakhiri aktifitas paginya dengan menikmati teh di sebuah ruangan dekat beranda rumahnya. Sebuah ruangan yang berdinding kaca yang berhadapan langsung dengan arah matahari datang. Damai, dan hangat. Namun ia merasa berbeda. Siang itu, ia sengaja menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk ibunda tercintanya. Suasana ruang rawat yang ramai dengan pasien dan suster yang sedang luang, bersama-sama menonton sebuah drama Korea. Hingar sekali, karena ternyata jalan ceritanya mudah ditebak. Waktu pulang sudah tiba. Ia berjalan pelan menyusuri koridor rumah sakit, mencoba menikmati keadaan. Tiba-tiba, ia dikejutkan oleh sebuah jeritan dari sebuah kamar rawat inap. Ia tak bisa men