Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

Perempuan dan Penghidupan

Perempuan dan penghidupan. Sebuah pesan muncul di whats app grupku yang selalu ramai setiap hari, padahal isinya hanya berlima. Ku kira, hanya pesan biasa. Percakapan antara lima anak perempuan yang bersahabat sejak lama. Tidak. Pesan itu istimewa, setidaknya bagiku. Mengingatkanku akan suatu hal. Pesan itu cukup panjang. Sangat panjang malah. Isinya, tentang cuplikan sebuah talk show di sebuah stasiun tv, Mata Najwa. Edisi kali itu, bintang tamunya adalah seorang srikandi abad 21, walikota Surabaya. Kenal? Tidak. Saya hanya tahu beliau. Ibu Risma yang saya tahu dari media. Beliau saat ini sedang berjuang menutup sebuah lokalisasi di daerahnya. (Berkebalikan dengan  seorang wakil gubernur metropolitan Indonesia yang malah berniat membuat lokalisasi di wilayahnya) Sebuah lokalisasi, yang terjadi atas dalil buruknya keadaan ekonomi. Lalu ‘terpaksa’ self-selling … Dan yang umumnya ‘dijual’ adalah perempuan. Entah karena ‘dipaksa’ atau memang ‘atas kesada

From Lucy

Suatu ketika di ahad yang cerah,, tumben-tumben-an my little baby panda (my little brother) mengajak saya nonton. Benar-benar suatu ketumbenan. Apalagi, dia bilang dia yang akan membayar tiket nontonnya,, Subhanallaah kan? Tidak biasanya dia menawari menraktir akaknya ini, hehehe... Entah ada angin apa.. Singkat cerita, saya berangkat dari dramaga dan sampai di BTM pada pukul 10.10 wib. Wuish,,, Ingat sampai ke menitnya,..! Tentu ingat,, Kenapa? Karena saat itu kami janjian bertemu pukul 11.00. Jadi saya sempatkan mengecek jam kalau-kalau sudah dekat jam 11. Ternyata saya kepagian, sodara-sodara.. Bagus kan? Jadi saya tidak terlambat. Dan lebih bagusnya lagi,, adikku sayang itu baru sampai di stasiun pasar minggu *katanya. Itu berarti saya harus menunggu lebih lama.. Awalnya tidak apa-apa,, toh memang jam janjian kami masih ada beberapa saat. Tapi ternyata,, dia telat sampai 40 menit lebih dari jam 11.. Hffhfhf... (Rasanya ingin makan eskrim..) Jadi curiga,, jan

Buku Harian Fahrani, continued

My Dy, Tadi siang cukup terik. Cukup panas untuk seseorang yang lahir di kota dingin. Meski begitu, aku harus keluar dari kamar kos ku yang nyaman. Harus. Karena sebuah undangan terkirim ke handphone- ku. Undangan mengaji ^^ Sudah lebih dari sebulan kami meliburkan diri. Jadi, ketika aku bisa hadir, kenapa tidak? Memang suasana Bogor tidak menyenangkan untuk bepergian di siang bolong. Tapi, daripada bengong di depan laptop sendirian, lebih baik hadir di undangan ini. Kuatkan diri menghadapi terik panas dunia, berharap dikurangi panas di akhirat, hehehe.. So, Dy.. Apa yang disampaikan Bu Ustadzah tadi membuatku berperang bathin :D Kenapa, hm.. She said; "Selama tidak bertentangan dengan syariah, maka seorang istri harus patuh pada suami." Demikian ucap beliau. Lalu, apa yang membuat sampai bathinku berperang? Hehe, sebenarnya,, tidak sampai berperang.. hanya bergejolak.. :p Maksudku, tiba-tiba saja aku merasa terganggu. Kalimat itu terasa begitu menan

Sepatu dan 'Seseorang'

Miza hanya bisa tertegun. Pertanyaan itu begitu tiba-tiba. Untung saja pertanyaan itu dilontarkan via telepon, bukannya bertemu langsung. Kalau tidak, mungkin saat ini Miza juga harus menyetel musik  kencang-kencang agar Hitoshi tak mendengar degub jantungnya yang tiba-tiba memainkan genre rock n roll . Pikirannya sesak, selayaknya kereta ekonomi kala musim mudik tiba. “ Lalu, bagaimana dengan aku? ” Kalimat dengan empat kata itu begitu lancar ditujukan Hitoshi padanya. Sebuah pertanyaan yang sangat mampu membekukan tubuh Miza dalam satu waktu. Kamu??? Entahlah, Toshi … kamu adalah orang yang selalu ada disaat aku sedih, bahagia , bahkan dikala aku tak merasa apapun. Kamu selalu punya telinga untuk mendengarkanku meski badanmu telah menjalani jam kerja full time sebelumnya. Kamu tak pernah memutus ceritaku meski jam dijital di handphone mu sudah menunjukkan larut malam. Kamu juga tak pernah ijin tidak mendengarkan ceritaku ketika aku menelponmu tepat pada saat kam