Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Berhentilah, karena sudah cukup.

Berhentilah. Ketika langkahmu hampir mencapai puncak. Cukup. Dan kembalilah. Cukupkan langkahmu disini. Kembalilah. Biarkan perkiraanmu tetap indah. Karena jika kamu lanjutkan langkahmu, mencapai puncak, lalu kamu lihat ia tak seindah bayanganmu,,, Mungkin kamu akan kecewa. Jadi, berhentilah. Cukup disini. Di-hampir sampai di puncak. Lalu kembalilah. Biarkan ia tetap seindah bayangan yang kamu ukir di kepalamu. Biarlah. Tetap indah. … Kira-kira, begitulah saduran kalimat yang aku ambil dari sebuah novel milik Tere Liye. Novel yang judulnya Sunset bersama Rossie. Sudah pernah baca? Sudah agak lama memang novel itu terbit. Tapi, jika kamu baru akan membacanya setelah aku ceritakan, its ok. Ada beberapa makna yang cantik yang bisa kamu temui disana. Salah satunya, yang aku ketikkan di atas. Cerita awalnya, begini diceritakan di novel itu;  Alkisah, ada seorang mahasiswa yang sedang berlibur di sebuah pantai di Gili Trawangan. Ia dan teman

The Rainy City's Journey... (1st year)

23 Februari 2014. Hampir delapan tahun sejak aku berada di kota hujan ini. Well, sebenarnya tidak tepat delapan tahun, karena aku sering pulang ke Bandung dan ada dua tahun yang aku lewati di Medan dan Pekanbaru. But it still,, dari sekian waktu yang aku jalani dalam perantauan, Bogor adalah daerah terlama yang aku singgahi. Then, how it's feel? Actually,, I really grateful to be here. For the campus, for the air, and for the friendships. Tahun pertama ada di Bogor (seperti yang ku ceritakan di Langkah Kecilku), benar-benar masa adaptasi bagiku. Dan bagi mahasiswa baru IPB tentu. Mencari teman, menyesuaikan diri dengan ritme kuliah, dengan lingkungan, dan berusaha cocok dengan keadaan. Sulit? Hm.. Kalau diingat sekarang, rasanya aku harus meminta maaf pada sahabat-sahabat tpb-ku, karena telah banyak merepotkan mereka. Bagi seorang perasa maksimal sepertiku, sepertinya aku sangat menyulitkan mereka kala itu. Bagaimana tidak, kalau sedih, aku bisa dengan sangat mud

Aku menyayangimu, mencintaimu.

Aku tak punya alasan untuk mengikatmu erat. Mendudukkanmu untuk selalu ada di sekitarku. Untuk selalu hadir ketika aku memanggil. Untuk selalu menjawab ketika ku sapa. Untuk selalu tersenyum ketika aku meminta. Aku tak punya alasan untuk mengungkungmu dalam sangkarku. Membuatmu selalu hadir di setiap pandangku. Mungkin Allah ingin menyadarkanku. Aku bukanlah sayang padamu. Karena sayang seharusnya adalah melihatmu bahagia. Mungkin Allah berkehendak mengingatkanku. Aku tiada cinta atasmu. Karena cinta adalah apapun yang menjadi kebahagiaanmu dalam ridhaNya. Mungkin selama ini, yang ada hanyalah  sebuah ego, bernama aku. AKU. Dan jika aku yakin bahwa aku menyayangimu, aku mencintaimu,, Maka itu adalah bahagia atas kebahagiaanmu. Dan aku yakin, aku menyayangimu, mencintaimu, Saudariku. Meski entah sejak kapan itu. Gomenasai,,

Boneka Kuning Anelka.

“Nel, sudah beres semuanya?” Sebuah suara bass memanggilnya dari sebuah perjalanan memori. Anelka tersenyum, alih-alih menjawab. Tangannya lalu terampil melipat beberapa pakaian dari pangkuannya. Pakaian-pakaian itu sedari tadi ia tempatkan di pangkuannya agar ia lebih mudah melipatnya. Namun, disela kegiatannya itu, sebuah benda mengalihkan perhatiannya. Sebuah buku kecil. Buku kecil, tipis namun sangat penting. Sebegitu pentingnya hingga mengingatkannya akan sebuah masa. Suatu ketika, di waktu yang telah berlalu… … *** “Nel,, cepat bereskan mainanmu lalu mandi!” Seorang gadis kecil yang sedang asyik bermain masak-masakan di teras samping rumah segera menoleh. “Iya, Bu.. sebentar lagi.” Jawabnya. “Cepat, Nel.. Keburu Ayah datang…” Ayah datang . Bukan Ayah pulang. Uuuhhh! Memangnya kenapa kalau Ayah datang?. Kan tidak masalah kalau saat Ayah datang, Nelka masih bermain.. ? Gerutu gadis itu dalam hati. “Iya, Bu… Sebentar..!” Kesal gadis itu Nampak jel