Langkah kecil Sang Mawar... (Edisi 1)
Udara disana selalu dingin.
Namanya juga Pangalengan.
Selalu dingin.
Meski begitu, bagiku, desa itu adalah desa terhangat yang pernah ada.
Karena disanalah cintaku lahir.
Dan dari sanalah aku melangkah.
Desa itu ada di sebuah pegunungan.
Jika kamu ke sana suatu saat, bersiaplah dengan segala kelokan dan tanjakan dengan tebing disisi-sisi jalan yang menyambutmu.
Jika belum terbiasa, tidurlah selama perjalanan. Dan bersiaplah menyesal tidak melihat Keagungan Allah dalam lukisanNya yang indah.
Atau, jika kamu ingin menikmati karunia keindahan itu, bersiaplah dengan kantong keresek untuk memuat hasil gejolak perutmu jika sewaktu-waktu ia mendesak keluar.
Dua jam setengah, jika macet standar, adalah waktu yang bisa kamu tempuh untuk mencapainya.
Atau, jika Citarum sedang 'baik' dan menyapa daerah sekitar Dayeuh Kolot, maka bersiaplah menghasbiskan seper-empat hari di perjalanan.
Itu baru perjalanan dari Bandung, 'flower of Java'...
Belum lagi jika kamu datang dari bagian bumi Indonesia yang lain.
Lebih lama lagi.
Tapi tenang,,,
Lukisan-lukisan yang indah akan siap memanjakan mata fisik dan mata hatimu.
Mendecak kekaguman dan mengetuk pintu hati.
Kiranya sebanyak apa kemungkaran dan kesyukuran atas segala karuniaNya selama ini...
Jika kamu cari di peta Indonesia skala 250000, mungkin desa ini tidak akan tercantum.
Tapi desa ini ada.
Dan banyak orang yang mengenalnya.
Sebagai desa suplier susu dan sayuran.
Ya, dinginnya udara dan tanahnya yang subur, menghadirkan kesempatan untuk berkontribusi lebih bagi gizi bangsa Indonesia.
Jadi, tak masalah jika peta Indonesia tak memuatnya, karena karyanya nyata.
Demikianlah desa tempat mulaku.
Mula.
Awal.
Garis 'start'-ku melangkah.
Di mulai dengan Kota Bandung.
Ketika usiaku memulai angka enam-belasan.
Ketika aku mulai mengenakan seragam putih-abu.
Ketika aku mulai menambatkan hatiku di SMAN 8 Bandung.
Kota yang, seru. Ramai
Dan panas.
Saking teriknya, aku pernah memakai payung di siang bolong dan segerombolan anak SMA lain menyapaku, "Wah, hujannya gede banget ya.."
langsung saja aku berlalu dengan tampang judes plus sebel na'udzubillaah.
Sejak saat itu, aku enggan memakai payung ketika siang, sepanas apapun itu.
Tapi, sejak aku divonis alergi sinar matahari berlebih, mau tak mau aku harus cuek dengan orang-orang yang menganggap pakai payung di siang bolong tanpa hujan itu menggelikan.
Dan terima kasih pada Kak Meta Rivani tersayang, aku semakin cuek memakai payung jika matahari sedang senang-senangnya bersinar. You are my true umbrella friends,, hehe
Di kota ini aku belajar banyak hal. Betapa beragamnya manusia.
Di sekolahku, tidak hanya orang Sunda.
Orang Batak, Jawa, Padang, Sulawesi, hingga orang Malaysia pun ada.
Nyampur di SMA yang punya taman Jurrasic saking hancurnya lantai lapangan bola di depan kelasku itu.
Kelas X-10.
Kelas sepuluh (satu SMA) yang paling ujung, tapi kalau ribut, kantor guru yang berada di hampir bagian depan sekolah pun bisa mendengarnya.
Kami ini, toa semua apa ya?
Di kelas itu, semua 'jenis' manusia ada, dari yang shaleh, alim, pinter, terkenal, jago basket, imut, cakep, cantik, sampai yang paling seru, ada.
Coba ku ingat,, (maaf kalau ada yang tidak disebut, maklum, faktor usia, hehe)..
Fadhly, Reni (ini sahabatku yang banyak nama panggilannya, Genzho, adiknya Giant, hm.. apalagi ya, lupa.. :D), Gelar (KM yang ganteng tapi, ya.. kalau udah sekelas selama setahun tahu juga deh gimana sebenarnya..^^"), Siti Ulfah (imut nan shalehah, pengingat kalau aku udah ampir berada di jalur menuju neraka), Reza (sang ketua osis di tahun kedua), Onah (maniak Jepun beud), Puspa (Nah ini cantik, bahasa Inggrisnya casciscus beud, tapi yah.. gtu deh, anak X-10 mah.. :D), Lusi (sipit dan cantik), Kath (yang ini diimpor dari Malay), Deva (punya kembaran tapi beda sekolahnya), Ucup (Naamanya sih Yusuf, ganteng, tapi gtu deh..) Rian (pernah bawa C-RV ke sekolah, trus aku nanya, Si Arfi itu laki-laki atau perempuan???, da g tau kalau Si Arfi (C-RV) itu jenis mobil.. hahaha) hm.. siapa lagi yah.. Da ada 40-an orang.. *maaf, faktor U ^^v
Selama tiga tahun aku bergelut dengan kesibukan ibukota Prov. Jawa Barat.
Berangkat sekolah jam 5.45 wib, dan terdampar di pelataran Shafira Buah Batu jam 6.30.
Satu menit saja berangkat lebih siang dari itu, dijamin akan berhadapan dengan satpam sekolah karena datang terlambat. Satu menit lebih siang berangkat = 30 menit atau lebih tambahan waktu perjalanan = nangkring manis depan gerbang sekolah menunggu petugas piket berbaik hati membolehkan masuk.
Dan itu mengajariku kedisiplinan.
Tinggal bersama saudari-saudari yang kece, satu bekerja dan dua kuliah. Walhasil, anak SMA yang tidak terlalu sibuk ini kebagian tugas menjadi asisten rumah tangga ketika hari kerja. Saat itu, rasanya, gimanaaaa gtu.
Sekarang, aku bersyukur, sudah diberi kesempatan les membereskan rumah oleh Allah.
Jadi, kalau kelak sulit menemukan perkerjaan, bisa mungkin mendaftar jadi pekerja rumah tangga Presiden? *ngarang.. :D
Satu diantara hal yang penting ketika perjalanan ku di Bandung, adalah... aku mengenalnya.
Ia, mengenalkanku lebih dalam pada Islam.
Aku masih ingat, hal pertama yang ia hadirkan adalah, CINTA.
Begitu ramah, seru dan antusias pembicaraan itu.
CINTA.
Aku langsung tak ingin pergi, dan selalu ingin bersama dengannya.
Picisan ya,,
Aku, terpikat hanya karena CINTA?
Tak apalah,,,
Demikian aku,
Langsung terpikat hanya karena yang ia hadirkan pertama kali adalah CINTA.
Bahwa,
CINTA bukan hanya antara adam dan hawa.
Tapi CINTA tertinggi adalah untuk yang menghadirkan kita di dunia,
Sang Maha Cinta, Allah swt.
Kurasa, kamu pun akan langsung terpikat seperti aku, padanya.
Ketika pertama kali kamu bercengkrama dengannya, langsung ia kenalkan dengan kebahagiaan hakiki.
Cinta Ilahi.
:D
Tarbiyah, 2003 sampai jika Allah berkehendak lain.
^^
Dari Bandung, aku teruskan langkahku...
(Jangan penasaran dengan langkahku yang selanjutnya ya.. :D)
Namanya juga Pangalengan.
Selalu dingin.
Meski begitu, bagiku, desa itu adalah desa terhangat yang pernah ada.
Karena disanalah cintaku lahir.
Dan dari sanalah aku melangkah.
Desa itu ada di sebuah pegunungan.
Jika kamu ke sana suatu saat, bersiaplah dengan segala kelokan dan tanjakan dengan tebing disisi-sisi jalan yang menyambutmu.
Jika belum terbiasa, tidurlah selama perjalanan. Dan bersiaplah menyesal tidak melihat Keagungan Allah dalam lukisanNya yang indah.
Atau, jika kamu ingin menikmati karunia keindahan itu, bersiaplah dengan kantong keresek untuk memuat hasil gejolak perutmu jika sewaktu-waktu ia mendesak keluar.
Dua jam setengah, jika macet standar, adalah waktu yang bisa kamu tempuh untuk mencapainya.
Atau, jika Citarum sedang 'baik' dan menyapa daerah sekitar Dayeuh Kolot, maka bersiaplah menghasbiskan seper-empat hari di perjalanan.
Itu baru perjalanan dari Bandung, 'flower of Java'...
Belum lagi jika kamu datang dari bagian bumi Indonesia yang lain.
Lebih lama lagi.
Tapi tenang,,,
Lukisan-lukisan yang indah akan siap memanjakan mata fisik dan mata hatimu.
Mendecak kekaguman dan mengetuk pintu hati.
Kiranya sebanyak apa kemungkaran dan kesyukuran atas segala karuniaNya selama ini...
Jika kamu cari di peta Indonesia skala 250000, mungkin desa ini tidak akan tercantum.
Tapi desa ini ada.
Dan banyak orang yang mengenalnya.
Sebagai desa suplier susu dan sayuran.
Ya, dinginnya udara dan tanahnya yang subur, menghadirkan kesempatan untuk berkontribusi lebih bagi gizi bangsa Indonesia.
Jadi, tak masalah jika peta Indonesia tak memuatnya, karena karyanya nyata.
Demikianlah desa tempat mulaku.
Mula.
Awal.
Garis 'start'-ku melangkah.
Di mulai dengan Kota Bandung.
Ketika usiaku memulai angka enam-belasan.
Ketika aku mulai mengenakan seragam putih-abu.
Ketika aku mulai menambatkan hatiku di SMAN 8 Bandung.
Kota yang, seru. Ramai
Dan panas.
Saking teriknya, aku pernah memakai payung di siang bolong dan segerombolan anak SMA lain menyapaku, "Wah, hujannya gede banget ya.."
langsung saja aku berlalu dengan tampang judes plus sebel na'udzubillaah.
Sejak saat itu, aku enggan memakai payung ketika siang, sepanas apapun itu.
Tapi, sejak aku divonis alergi sinar matahari berlebih, mau tak mau aku harus cuek dengan orang-orang yang menganggap pakai payung di siang bolong tanpa hujan itu menggelikan.
Dan terima kasih pada Kak Meta Rivani tersayang, aku semakin cuek memakai payung jika matahari sedang senang-senangnya bersinar. You are my true umbrella friends,, hehe
Di kota ini aku belajar banyak hal. Betapa beragamnya manusia.
Di sekolahku, tidak hanya orang Sunda.
Orang Batak, Jawa, Padang, Sulawesi, hingga orang Malaysia pun ada.
Nyampur di SMA yang punya taman Jurrasic saking hancurnya lantai lapangan bola di depan kelasku itu.
Kelas X-10.
Kelas sepuluh (satu SMA) yang paling ujung, tapi kalau ribut, kantor guru yang berada di hampir bagian depan sekolah pun bisa mendengarnya.
Kami ini, toa semua apa ya?
Di kelas itu, semua 'jenis' manusia ada, dari yang shaleh, alim, pinter, terkenal, jago basket, imut, cakep, cantik, sampai yang paling seru, ada.
Coba ku ingat,, (maaf kalau ada yang tidak disebut, maklum, faktor usia, hehe)..
Fadhly, Reni (ini sahabatku yang banyak nama panggilannya, Genzho, adiknya Giant, hm.. apalagi ya, lupa.. :D), Gelar (KM yang ganteng tapi, ya.. kalau udah sekelas selama setahun tahu juga deh gimana sebenarnya..^^"), Siti Ulfah (imut nan shalehah, pengingat kalau aku udah ampir berada di jalur menuju neraka), Reza (sang ketua osis di tahun kedua), Onah (maniak Jepun beud), Puspa (Nah ini cantik, bahasa Inggrisnya casciscus beud, tapi yah.. gtu deh, anak X-10 mah.. :D), Lusi (sipit dan cantik), Kath (yang ini diimpor dari Malay), Deva (punya kembaran tapi beda sekolahnya), Ucup (Naamanya sih Yusuf, ganteng, tapi gtu deh..) Rian (pernah bawa C-RV ke sekolah, trus aku nanya, Si Arfi itu laki-laki atau perempuan???, da g tau kalau Si Arfi (C-RV) itu jenis mobil.. hahaha) hm.. siapa lagi yah.. Da ada 40-an orang.. *maaf, faktor U ^^v
Selama tiga tahun aku bergelut dengan kesibukan ibukota Prov. Jawa Barat.
Berangkat sekolah jam 5.45 wib, dan terdampar di pelataran Shafira Buah Batu jam 6.30.
Satu menit saja berangkat lebih siang dari itu, dijamin akan berhadapan dengan satpam sekolah karena datang terlambat. Satu menit lebih siang berangkat = 30 menit atau lebih tambahan waktu perjalanan = nangkring manis depan gerbang sekolah menunggu petugas piket berbaik hati membolehkan masuk.
Dan itu mengajariku kedisiplinan.
Tinggal bersama saudari-saudari yang kece, satu bekerja dan dua kuliah. Walhasil, anak SMA yang tidak terlalu sibuk ini kebagian tugas menjadi asisten rumah tangga ketika hari kerja. Saat itu, rasanya, gimanaaaa gtu.
Sekarang, aku bersyukur, sudah diberi kesempatan les membereskan rumah oleh Allah.
Jadi, kalau kelak sulit menemukan perkerjaan, bisa mungkin mendaftar jadi pekerja rumah tangga Presiden? *ngarang.. :D
Satu diantara hal yang penting ketika perjalanan ku di Bandung, adalah... aku mengenalnya.
Ia, mengenalkanku lebih dalam pada Islam.
Aku masih ingat, hal pertama yang ia hadirkan adalah, CINTA.
Begitu ramah, seru dan antusias pembicaraan itu.
CINTA.
Aku langsung tak ingin pergi, dan selalu ingin bersama dengannya.
Picisan ya,,
Aku, terpikat hanya karena CINTA?
Tak apalah,,,
Demikian aku,
Langsung terpikat hanya karena yang ia hadirkan pertama kali adalah CINTA.
Bahwa,
CINTA bukan hanya antara adam dan hawa.
Tapi CINTA tertinggi adalah untuk yang menghadirkan kita di dunia,
Sang Maha Cinta, Allah swt.
Kurasa, kamu pun akan langsung terpikat seperti aku, padanya.
Ketika pertama kali kamu bercengkrama dengannya, langsung ia kenalkan dengan kebahagiaan hakiki.
Cinta Ilahi.
:D
Tarbiyah, 2003 sampai jika Allah berkehendak lain.
^^
Dari Bandung, aku teruskan langkahku...
(Jangan penasaran dengan langkahku yang selanjutnya ya.. :D)
Komentar
Posting Komentar