Buku Harian Fahrani, continued
My Dy,
Tadi siang cukup terik.
Cukup panas untuk seseorang yang lahir di kota dingin.
Meski begitu, aku harus keluar dari kamar kos ku yang nyaman.
Harus.
Karena sebuah undangan terkirim ke handphone-ku.
Undangan mengaji ^^
Sudah lebih dari sebulan kami meliburkan diri. Jadi, ketika aku bisa hadir, kenapa tidak?
Memang suasana Bogor tidak menyenangkan untuk bepergian di siang bolong.
Tapi, daripada bengong di depan laptop sendirian, lebih baik hadir di undangan ini.
Kuatkan diri menghadapi terik panas dunia, berharap dikurangi panas di akhirat, hehehe..
So, Dy..
Apa yang disampaikan Bu Ustadzah tadi membuatku berperang bathin :D
Kenapa, hm..
She said; "Selama tidak bertentangan dengan syariah, maka seorang istri harus patuh pada suami."
Demikian ucap beliau.
Lalu, apa yang membuat sampai bathinku berperang?
Hehe, sebenarnya,, tidak sampai berperang.. hanya bergejolak.. :p
Maksudku, tiba-tiba saja aku merasa terganggu.
Kalimat itu terasa begitu menandakan arogansi seorang misua, eh, suami.
Padahal mah, ya, My Dy.
It doesn't mean like that.
Hanya saja, takdir Allaah memberiku cerita beberapa tentang sosok suami yang dominan arogan.
Arogan dalam artian 'seenaknya sendiri memutuskan'.
In my mind, there is a question..
Apakah mereka sadar bahwa istri mereka juga manusia? *bukan lirik lagu lho.. ^^
Jauuuuhhhh sebelum menerima pinangan mereka, istri mereka adalah pribadi yang hidup, memiliki cita-cita dan pemikiran.
Lalu, kenapa ketika menikah, pribadi itu, cita-cita itu, dan pemikiran-pemikiran itu seakan dipaksa 'mati'?
Waaah,, ini sepertinya analisisku berlebihan ya, My Dy...
Jadi teringat sebuah nasyid tentang seorang istri bagi suaminya,
Aku lupa lirik utuhnya,
Tapi ada sebagian dari untaian kalimat itu, seperti ini:
"Di jalan ia kawan, di waktu kita buntu, ia penunjuk jalan.."
See, My Dy?
Seorang istri bisa juga menjadi kawan dan penunjuk jalan.
*take a deep breath and release it...
:)
Mungkin, analisisku tidak sepenuhnya benar.
Karena aku yakin, di dunia ini, masih ada suami-suami kece yang menjadikan istrinya tidak hanya istrinya, tapi juga kawan, sahabat, dan rekan hidup yang sangat berharga.
Just like my elder brother do.
Ja, that's it for today.
Finally, i learn realized today, that...
I have to learn to see lot of things from another side from now on.
Not only from my side and following my mind, cause sometime i do wrong.
Thank you, My Dy...
For being here today.
With love,
August 17th 2014.
Fahrani
Tadi siang cukup terik.
Cukup panas untuk seseorang yang lahir di kota dingin.
Meski begitu, aku harus keluar dari kamar kos ku yang nyaman.
Harus.
Karena sebuah undangan terkirim ke handphone-ku.
Undangan mengaji ^^
Sudah lebih dari sebulan kami meliburkan diri. Jadi, ketika aku bisa hadir, kenapa tidak?
Memang suasana Bogor tidak menyenangkan untuk bepergian di siang bolong.
Tapi, daripada bengong di depan laptop sendirian, lebih baik hadir di undangan ini.
Kuatkan diri menghadapi terik panas dunia, berharap dikurangi panas di akhirat, hehehe..
So, Dy..
Apa yang disampaikan Bu Ustadzah tadi membuatku berperang bathin :D
Kenapa, hm..
She said; "Selama tidak bertentangan dengan syariah, maka seorang istri harus patuh pada suami."
Demikian ucap beliau.
Lalu, apa yang membuat sampai bathinku berperang?
Hehe, sebenarnya,, tidak sampai berperang.. hanya bergejolak.. :p
Maksudku, tiba-tiba saja aku merasa terganggu.
Kalimat itu terasa begitu menandakan arogansi seorang misua, eh, suami.
Padahal mah, ya, My Dy.
It doesn't mean like that.
Hanya saja, takdir Allaah memberiku cerita beberapa tentang sosok suami yang dominan arogan.
Arogan dalam artian 'seenaknya sendiri memutuskan'.
In my mind, there is a question..
Apakah mereka sadar bahwa istri mereka juga manusia? *bukan lirik lagu lho.. ^^
Jauuuuhhhh sebelum menerima pinangan mereka, istri mereka adalah pribadi yang hidup, memiliki cita-cita dan pemikiran.
Lalu, kenapa ketika menikah, pribadi itu, cita-cita itu, dan pemikiran-pemikiran itu seakan dipaksa 'mati'?
Waaah,, ini sepertinya analisisku berlebihan ya, My Dy...
Jadi teringat sebuah nasyid tentang seorang istri bagi suaminya,
Aku lupa lirik utuhnya,
Tapi ada sebagian dari untaian kalimat itu, seperti ini:
"Di jalan ia kawan, di waktu kita buntu, ia penunjuk jalan.."
See, My Dy?
Seorang istri bisa juga menjadi kawan dan penunjuk jalan.
*take a deep breath and release it...
:)
Mungkin, analisisku tidak sepenuhnya benar.
Karena aku yakin, di dunia ini, masih ada suami-suami kece yang menjadikan istrinya tidak hanya istrinya, tapi juga kawan, sahabat, dan rekan hidup yang sangat berharga.
Just like my elder brother do.
Ja, that's it for today.
Finally, i learn realized today, that...
I have to learn to see lot of things from another side from now on.
Not only from my side and following my mind, cause sometime i do wrong.
Thank you, My Dy...
For being here today.
With love,
August 17th 2014.
Fahrani
Komentar
Posting Komentar