Postingan

33th and they said I have nothing

There is a book, a novel actually that I really like. I forgot what it titled, but I can clearly remember what is about. It’s about a woman. A grown up woman. A lady. She already has a job. Live on her own life style, but, yeah,, some people said that she lack a lot of things. Like, a husband. Kids. Family. But, actually she has all of that. Just in a little different way of seeing from other. She did have a family; parents who never absent to nag :D,, Kids; bunch of godson and goddaughter. And friends, who may be a good company when she needs it. But still, some people said that she has nothing. And me, if they see me, I guess they would say the same. Worst, maybe. Because this time, I’m kind a in a position like her, minus a stable job. So, yeah, they might say something worst. Do I get hurt of it? Sometimes, yes. And the other times, I just remembered one thing that someone said, “Your life goal is not to be something. But to worship to Allaah swt...

Sleep it off.

Assalaamu'alaykum warahmatullaah,, Hi!!!! (tepuk-tepuk dinding yang berdebu..:) I'ts been along time since the last time I write something in this blog. Busy? Naaah,, just me being too much me ^^. I'll write about that later. This time, I want to share about a thing that I do lately, every time I face something that intrigue me, problems, and something like that. Actually, it's not something that I found by myself. I'ts something that a lot of people do. But I want to share it once again, maybe it can add another plus point story of it. Sleep it off. Have you heard of it? These days, people seems like to share what we call as 'statues' at social media, chat-app, and another public app that allowed public to know what happen in their life. Sometimes, it can give you a positive feedback, but sometimes, it just give you another headache to deal with. Sharing what happened in our life is a good thing, to spread happiness to the other. Sharing s...

New Life.

March 26th 2018. It was a new day for me. I graduated, once again. But I felt something that i know i shouldn't, yet it still there. I'm no longer a student of an academic institute. But I'm still learning to live. And it's harder these time. People always say; "Welcome to the jungle", to everyone who graduated from school. But I don't fell like I come to a jungle. More like a desert, or .... I was on roller coaster to much these days. One time I was up, and another hours I was deep down on a valley. It's really a new life for me. And I try to live it on. Try to hang on on a hope. Cz Allaah said,, "Jangan berputus asa atas karunia Allaah.." There will be, (someday, somehow), right? Just keep going. Don't stop. Keep going.

Gadis Bireun itu.

Gambar
(Mantan) calon adik ipar. Atau, ia lebih suka menyebut 'Calon Adik Ipar Yang Tidak Jadi'. Badannya kecil. Imut. Orangnya lebih suka mendengarkan. Menanggapi cerewetnya mulut satu ini. Dan memberi anggukan atau jawaban ketika perlu. Awal kenal, ketika itu tidak terlalu 'ngeh'. Kami beda jurusan tadinya. Lalu terjadi migrasi, dan dia menjadi bagian dari jurusan kami, bersama seorang Gadis Merauke. Akan kuceritakan nanti tentang gadis yang satu itu. Bersama Gadis Sopeng, Gadis Jambi dan Seorang Pemuda Majalengka. Gadis Bireun itu, meski tidak sering berbicara,- level kecerewetannya agak jauh dibawah kami [baca: Gadis Pangalengan dan Gadis Merauke],, tapi keceriaannya tak kalah manis. Senyum selalu menghiasi wajahnya. Ia juga penurut. Ia sukarela memijati bahu dan punggungku yang pegal membawa ransel beriisi kehidupan hampir setiap hari. Dan ia juga baik. Ia merelakan lengan atasnya ku cubit dan ku gigiti jika sedang 'kambuh'. (dan saa...

Lentera Alena

Alena terdiam di ujung tebing. Satu tangannya menggenggam erat tali lentera apung yang menyala. Satu tangan lainnya menggenggam bilah kayu yang menjadi pagar pembatas tebing dan laut di bawahnya. Tatapan Alena terpaku pada matahari yang hendak pamit. Sebentar lagi mungkin. Alena mengalihkan pandangannya pada lentera yang ia genggam talinya. Menghadirkan kenangan atas lentera-lentera lain yang dulu pernah ada disana. Dulu, ketika matahari masih sepenggalan naik, ada lebih dari satu lentera yang talinya ia genggam. Sebelum satu persatu menjadi abu, menyisakan satu yang apinya pun tak lagi membara. Meski begitu, cahayanya masih cukup untuk menemani Alena. Beberapa hari yang lalu, sebuah bisikan bertanya pada Alena. Apakah ia yakin akan berhasil menerbangkan lenteranya ke langit sana? Alena hanya menjawab, "Insyaallaah..". Bisikan itu menyela,, menolak 'insyaallaah' Alena. Lalu menyuarakan berbagai tanya mengapa dan kalimat lain yang Alena hanya mampu terbata membala...

Selalu ada

Kami ketuk pintu rumah itu. Salah satu rumah dari deretan rumah kontrakan, berpintu kayu, berdinding tripleks dan catnya yang putih telah tak lagi putih. Tak ada jawaban. Kami ucapkan salam,, "Assalamu'alaykum warahmatullaah.." Jarum jam terus berjalan, tak peduli kami yang masih berdiri di depan pintu itu. "Assalamu'alaykum... Bapak nya ada?" Lagi, kami mencoba. Menguji sebuah usaha. "Bapak tidak ada." Sebuah suara perempuan yang menjawab. Aku hanya diam. Antara sudah terbiasa dengan jawaban itu. Atau tidak tahu apa yang harus dilakukan. Atau memang keduanya. Sepasang tangan yang ukurannya takjauh lebih besar dari tanganku, ku genggam erat. Rasa asing dengan lingkungan dimana aku berada, juga rasa benci,- entah pada tempat aku berdiri, pada perintah Mama agar aku datang ke tempat, pada perempuan yang menjawab pertanyaan kami tadi, atau pada apa,- membuatku tak ingin melepaskan genggaman itu. Sekali lagi, pemilik tangan yang ...

Dua Sisi Kompetisi

Dua sisi. Bagiku, kompetisi itu selalu tentang dua sisi. Kompetisi dengan orang lain. Dan, Kompetisi dengan diri sendiri. Dua-duanya melelahkan. Bisa membuat depresi, malah... Kompetisi dengan orang lain, bisa jadi satu hal yang tidak adil. Karena latar belakang, kemampuan dan banyak hal lainnya yang bisa saja berbeda. Tidak homogen,, sehingga hasil kompetisinya bisa acak; random. Kompetisi dengan diri sendiri,,, lebih melelahkan. Apalagi jika si-diri terlalu memanjakan dirinya sendiri. Terlalu banyak pemakluman,, terlalu banyak memaafkan dirinya. Kompetisi dengan orang lain, alat ukur keberhasilannya kadang absurd. Sukses bagi seseorang, tidak berarti sukses bagi orang lain. Memiliki IPK empat poin nol-nol, mungkin tidak berarti apa-apa bagi seorang aktifis yang bisa tersenyum lapang ketika apa yang ia perjuangkan di bangku resesi bersama Rektornya tercapai. Kompetisi dengan diri sendiri,, alat ukur keberhasilannya juga absurd. Sukses bagi diri sendiri,, lalu mer...